Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.
Matius 6:33
Rangkuman Khotbah
Pembicara: Pdt. Raymond Latuperisa
Dalam Lukas 18:9-14, terdapat dua orang dengan sifat yang kontradiktif. Orang Farisi berdoa untuk dinilai manusia dan dianggap saleh. Dia berdoa dengan merasa dirinya benar dan lebih baik daripada orang lain. Sebaliknya, seorang pemungut cukai berdoa dengan jujur di hadapan Allah. Dia mengakui dirinya berdosa dan memohon belas kasihan Allah. Jika kita melihat dua orang tersebut, sebagian besar dari kita mungkin menilai mereka berdasarkan apa yang kelihatan. Seseorang dapat terlihat sangat tekun dalam kehidupan rohani padahal sesungguhnya tidak.
Cara pandang Tuhan berbanding terbalik dengan manusia. Dia melihat hati kita, melebihi penampilan fisik kita. Dalam berdoa, kita berkomunikasi secara pribadi dengan Allah. Doa adalah percakapan kita dengan Tuhan. Dia melihat isi hati kita. Apakah ada kepalsuan, penghujatan, maupun keluhan dalam doa kita? Di balik kesopanan yang kita tunjukkan, apakah hati kita sungguh-sungguh tertuju pada Allah? Apakah Tuhan senang? Apakah Tuhan dimuliakan? Kita harus kembali mengingat bahwa doa dan ibadah kita adalah untuk Tuhan. Fokus dari semua hal tersebut adalah kemuliaan Tuhan, bukan kesenangan dan kepuasan pribadi.
Ibadah adalah kenyataan hidup kita sehari-hari. Tidak ada area hidup kita yang terlepas dari Tuhan. Setiap waktu hidup kita adalah untuk Tuhan. Dia melihat dan mengetahui segala sesuatu yang kita lakukan. Kita tidak dapat menyembunyikan apapun. Ketika Dia menilai hidup kita, apakah kita telah memiliki hidup yang sesuai dengan kebenaran?
Sebagai orang percaya, kita diciptakan sebanyak dua kali. Pertama, kita diciptakan lalu jatuh ke dalam dosa. Kedua, kita diciptakan kembali ketika Kristus menebus dosa kita di kayu salib. Hal tersebut harus dilakukan karena kasih dan keadilan Allah harus seimbang. Dosa harus tetap dihukum. Kasih Allah tidak meniadakan keadilan-Nya. Oleh karena itu, Kristus datang ke dunia untuk memenuhi keadilan tersebut.
Kita diselamatkan oleh anugerah-Nya. Semua perbuatan baik yang kita lakukan tidak dapat menyelamatkan kita. Orang Farisi merasa dirinya benar dan telah hidup dengan moralitas baik. Mereka merasa siap untuk masuk ke dalam surga hanya dengan “modal” tersebut. Hendaklah kita kembali diingatkan bahwa kita tidak dapat dibenarkan karena perbuatan kita. Kebenaran dan keadilan Allah yang berjalan beriringan memungkinkan kita memperoleh hidup yang baru di dalam Dia.